Perang Kopi Memperebutkan Komoditas Kopi di Toraja

JAKARTA, Spot19 Kopi merupakan salah satu minuman yang sudah sangat populer di Indonesia dan di dunia. Merupakan komoditas yang telah dibudidayakan dilebih dari 50 negara. Ternyata jika kita menoleh kebelakang, kopi ini pernah menjadi pemicu konflik di beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan.

Baca juga: 6 Jenis Kopi Asli Indonesia yang Sudah Mendunia

Hal ini tentunya menunjukkan bahwa komoditas kopi memang sangat menguntungkan sejak jaman dahulu. Perang kopi adalah peperangan yang melibatkan beberapa kerajaan di sekitar Sulawesi Selatan memperebutkan persaingan usaha komoditas kopi. Perang kopi ini berlangsung setidaknya 2 kali, yaitu Perang Kopi I tahun 1887 – 1888 dan Perang Kopi II yang berlangsung tahun 1889 – 1890.

Baca juga: Inilah 8 Gerai Kopi Starbucks Paling Unik di Dunia

Latar Belakang

Kopi pertama-tama diperkenalkan oleh orang-orang dari Kerajaan Gowa dan pertama kali ditanam dan dibudidayakan di wilayah Toraja. Orang-orang Gowa ini berlayar membawa komoditas kopi ke Pelabuhan Suppa (Parepare saat ini). Kemudian mereka lanjut menuju Toraja dengan berjalan kaki melalui daerah pegunungan Enrekang. Pada akhirnya kopi menjadi komoditas penting di Sulawesi Selatan yang dikonsumsi oleh semua kalangan tanpa ada perbedaan kelas sosial. Kopi bahkan dijadikan minuman penambah energi dan semangat saat akan berangkat ke medan perang.

Baca juga: Menikmati Kopi di Kedai Kopi Minim Sampah di Indonesia

Perang Kopi I ( 1887 – 1888 )

Kerajaan Luwu akhirnya bersekutu dengan Kerajaan Bone untuk melancarkan serangan ke Toraja. Penyerbuan ini dikenal dengan nama Songko Barong. Toraja di bawah pemerintahan Kerajaan Sangalla dengan bantuan kolaborasi Sidenreng dan Enrekang melakukan perlawanan balik terhadap Bone dan Luwu. Perang Kopi I ini berlangsung pada tahun 1887 hingga 1888.

Perang Kopi II ( 1889 – 1890 )

Tahun berikutnya, Kerajaan Bone kembali masuk ke Toraja untuk memonopoli perdagangan kopi. Toraja kembali meminta bantuan kepada sekutunya Sidenreng dan Enrekang untuk menghalau Kerajaan Bone. Raja ke-14 Enrekang, La Tanro Arung Buttu, akhirnya melakukan perundingan dengan pasukan Kerajaan Bone. Dalam perjanjian itu disebutkan aturan bahwa Bone tidak boleh membawa kopi melewati Bambapuang di Enrekang, Wajo, Sidenreng, ataupun Luwu.

Mereka hanya diijinkan untuk membawa kopi melalui Pinrang. Aturan ini kemudian menjadi penyelesaian konflik dan dipatuhi para pihak yang berseteru. Perang Kopi II berakhir pada tahun 1890 tanpa ada kemenangan dari salah satu pihak. Demikianlah kopi yang sejak jaman dahulu sudah menjadi komoditas yang berharga sehingga diperebutkan oleh berbagai pihak.

 

 

**Editor: Ed Ward

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *